Di tengah gelombang revolusi industri keempat, kecerdasan buatan (AI) semakin muncul sebagai motor utama transformasi ekonomi global. Di Konferensi Tingkat Tinggi KTT G20 di Johannesburg, Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, mengambil peran penting dengan menyuarakan visi keadilan dan inklusi dalam revolusi teknologi ini. Menurut Gibran, AI bukan sekadar alat kemajuan, tetapi bisa menjadi kekuatan ekonomi yang sangat menentukan asalkan manfaatnya dikelola dengan bijaksana dan didistribusikan secara adil.

Visi Gibran: AI untuk Keadilan dan Pertumbuhan Global
Gibran menegaskan bahwa dalam beberapa dekade mendatang, AI akan menjadi penentu arah kekuatan ekonomi dunia. Ia mengingatkan bahwa saat ini manfaat AI masih sangat timpang: hanya segelintir perusahaan besar dan negara maju yang menikmati nilai tambah utama dari teknologi ini. (Antara News)
Menurutnya, ketidakadilan ini berpotensi memperdalam kesenjangan digital global. Jika dibiarkan, negara-negara penyedia bahan mentah akan terus berada di posisi bawah rantai nilai, tanpa mendapat keuntungan dari ekosistem teknologi tinggi yang mereka menopang.
Fokus pada Mineral Kritis dan Hilirisasi
Salah satu poin penting dalam pidato Gibran adalah ketergantungan AI pada mineral kritis seperti nikel, litium, dan logam langka lainnya yang menjadi fondasi fisik bagi pusat data, chip, dan infrastruktur AI.
Gibran menyoroti bahwa banyak negara berkembang selama ini hanya mengekspor bahan mentah, sementara manfaat pengolahan dan nilai tambah dari mineral kritis ini diambil di luar negeri. Oleh karena itu, dia mendorong Indonesia dan negara sejenis untuk mengembangkan industri hilir (downstreaming), agar manfaat ekonomi kembali ke masyarakat lokal dan negara penyedia.
Seruan untuk Tata Kelola AI yang Etis dan Inklusif
Dalam pidatonya, Gibran menyerukan agar G20 mengambil langkah kolektif dalam membangun tata kelola AI yang adil dan etis. Beberapa poin inti dari seruannya:
- Akses setara terhadap data berkualitas tinggi agar negara berkembang bisa ikut bersaing dalam inovasi AI.
- Keterbukaan sistem pelatihan model AI: agar tidak hanya negara maju yang menguasai model-model komputasi besar.
- Demokratisasi platform komputasi awan: agar kapabilitas pemrosesan data canggih tidak terkonsentrasi di negara-negara tertentu.
- Menjamin akses kerja layak, pelatihan ulang (reskilling), dan perlindungan sosial bagi pekerja yang terdampak otomatisasi AI.
Dengan demikian, Gibran menekankan bahwa transformasi digital harus jadi kekuatan inklusi, bukan justru memperkuat eksklusivitas.
Kritik atas Ketimpangan Global
Gibran tidak segan mengkritik pola pembangunan teknologi global yang mungkin mengulang ketidakadilan era revolusi industri sebelumnya. Dia memperingatkan bahwa jika nilai tambah selalu berada di tangan segelintir negara, negara berkembang bisa kembali menjadi “penyedia bahan mentah” tanpa mendapatkan bagian signifikan dari keuntungan teknologi.
Gibran mengajak negara-negara G20 untuk membangun kemitraan yang adil bukan hanya soal investasi, tetapi juga transfer teknologi dan pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab.
Peran Indonesia: Model Inklusi & Hilirisasi
Sebagai negara kaya sumber daya alam, Indonesia punya potensi besar dalam rantai pasok mineral kritis. Gibran menegaskan bahwa Indonesia tidak menolak investasi, tetapi ingin membuka kemitraan yang adil: investasi + teknologi + hilirisasi sumber daya lokal.
Melalui pendekatan ini, Indonesia berharap bisa menarik nilai tambah dari mineral kritis langsung ke dalam negeri, memperkuat industri lokal, serta memastikan rakyat lokal ikut mendapat manfaat dari revolusi AI.
Tantangan & Harapan
Tantangan:
- Ketimpangan akses data dan teknologi AI antara negara maju dan berkembang.
- Dominasi perusahaan besar dari negara kaya dalam pengembangan dan pemanfaatan AI.
- Potensi eksploitasi sumber daya alam tanpa nilai tambah lokal jika hilirisasi tidak dijalankan dengan baik.
- Kurangnya regulasi global yang menjaga etika pemanfaatan AI dan distribusi keuntungannya.
Harapan menurut Gibran:
- G20 menjadi jembatan antara inovasi dan inklusi, antara kemajuan teknologi dan keadilan sosial-ekonomi.
- Kerja sama global yang konkret: investasi + transfer teknologi + tata kelola bersama.
- Revolusi AI menjadi kekuatan yang tidak hanya menguntungkan negara maju, tetapi juga negara berkembang dan rakyatnya.
Kesimpulan
Pernyataan Gibran di KTT G20 mencerminkan visi Indonesia yang ambisius namun hati-hati dalam menghadapi gelombang teknologi. Dengan menekankan keadilan, inklusi, dan hilirisasi sumber daya, Gibran berusaha memastikan bahwa kekuatan ekonomi masa depan yang dihasilkan oleh AI tidak hanya dinikmati oleh segelintir negara maju.
Melalui jembatan G20, Indonesia mengajak negara-negara lain untuk bersama-sama merumuskan tata kelola AI yang etis, inklusif, dan berkelanjutan. Jika dijalankan dengan baik, bukan hanya Indonesia yang akan diuntungkan, tetapi dunia bisa bergerak menuju masa depan di mana teknologi mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan bersama dan bukan hanya akumulasi kekayaan di sebagian pihak.